Shalat adalah Tiang Agama

Ketahuilah, sesungguhnya shalat adalah tiang agama. Karena itu, tidak akan tegak agama seseorang yang meninggalkan shalat dan ia tidak akan mendapatkan bagian dalam agama ini. Menegakkan shalat adalah suatu bentuk keimanan dan meninggalkannya merupakan kekufuran. Maka, siapa yang menjaga shalatnya, maka hatinya akan bercahaya, demikian pula wajah dan kuburnya, dan saat dikumpulkan di Mahsyar, ia juga akan mendapat keselamatan pada hari kiamat. Dia akan dikumpulkan bersama orang-orang yang telah diberi kenikmatan oleh Allah Azza wa Jalla yaitu para nabi, shiddiqin, syuhada` dan shalihin. Adapun sebaliknya, siapa yang tidak menjaga shalatnya, dia tidak akan mendapatkan cahaya dan keselamatan pada hari kiamat, dan di akhirat kelak dia akan dikumpulkan bersama Fir`aun, Haman, Qarun, dan Ubai bin Khalaf.

 

Bagaimana kita bisa menyia-nyiakan shalat, padahal shalat adalah penghubung kita dengan Allah Azza wa Jalla. Jika kita tidak memiliki penghubung antara kita dengan Allah Azza wa Jalla, dimana ubudiyah (penyembahan) kita? Dimana (wujud) kecintaan kita kepada Allah Azza wa Jalla, dan ketundukan kita kepada-Nya? Sungguh celaka dan rugi orang yang setiap kali mendengar panggilan kepada dunia, dengan segera ia memenuhinya dan ketika mendengar seseorang menyeru kepada Allah Azza wa Jalla hayya alas shalah dan hayya ala falah, mereka merasa berat hati dan berpaling.

 

Bukankah kita semua tahu bahwa amal yang pertama kali akan dihisab oleh Allah Azza wa Jalla pada hari kiamat adalah shalat? Jika shalat kita baik, maka baik pula seluruh amal ibadah kita. Dan jika shalat kita rusak, maka rusak pula amal ibadah kita.

 

Marilah kita tegakkan shalat kita selagi kita masih berada di dunia. Ingatlah Allah Azza wa Jalla di saat lapang, niscaya Allah Azza wa Jalla akan mengingat kita di waktu sempit. Siapa yang melupakan Allah Azza wa Jalla , Allah Azza wa Jalla pun akan melupakannya. Siapa yang meremehkan perintah Allah Azza wa Jalla , Allah pun akan meremehkannya. Wahai umat Muhammad, siapakah di antara kita yang merasa aman dengan kematian kemudian bertaubat dan mengerjakan shalat ? Bukankah masing-masing kita takut dengan kematian dan tidak mengetahui waktunya ? Bukankah kematian itu datang secara tiba-tiba dalam keadaan manusia tidak merasa ? Bukankah kematian mendatangi manusia di dunia ini saat mereka lalai?

 

Sesungguhnya setelah kematian yang datang secara tiba-tiba tidak ada lagi amal setelahnya, yang ada setelah itu hanyalah balasan dari amal perbuatannya. Maka, siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah ia akan melihatnya, dan siapa yang mengerjakan keburukan seberat dzarrah , dia juga akan melihatnya.

 

Wahai kaum Muslimin, wahai orang-orang yang beriman kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beriman kepada wahyu yang diturunkan Allah Azza wa Jalla kepadanya. Sesungguhnya di antara ketentuan Allah Azza wa Jalla dalam shalat itu adalah hendaknya kita mengerjakannya di masjid bersama jamaah kaum Muslimin. Marilah kita menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan ruku` bersama orang-orang yang ruku`. Ini adalah jalan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya.

 

`Abdullah bin Mas`ud Radhiyallahu anhu mengatakan , “Siapa di antara kalian yang kelak ingin berjumpa dengan Allah Azza wa Jalla dalam keadaan Islam (berserah diri), hendaklah dia menjaga shalat-shalatnya, karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mensyariatkan sunah-sunah petunjuk kepada Nabi-Nya, dan shalat itu termasuk sunah-sunah petunjuk. Jika kita shalat di rumah, maka itu sama saja kita meninggalkan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam . Jika seorang yang berwudlu dan membaguskan wudlunya, setelah itu dia menuju masjid, maka pada setiap langkahnya Allah Azza wa Jalla akan memberikan satu kebaikan yang akan mengangkat kedudukannya satu derajat dan menghapuskan satu kesalahannya. Sedangkan, orang yang meninggalkan shalat tiada lain adalah orang munafik yang diketahui nifaknya.”

 

Sesungguhnya orang yang melaksanakan shalat jamaah di masjid berarti telah menegakkan shalat dan menjaganya. Orang yang shalat bersama jamaah berarti telah menegakkan kewajibannya kepada Allah Azza wa Jalla . Sedangkan orang yang meninggalkan jamaah tanpa udzur berarti telah membahayakan shalatnya. Sesungguhnya shalat jamaah itu lebih afdhal dari pada shalat sendirian sebesar 27 derajat. Sebaliknya, orang yang meninggalkan shalat adalah orang yang lalai. Keadaan mereka seperti keadaan orang-orang munafik yang difirmankan oleh Allah Azza wa Jalla dalam Alquran :

وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ

“Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas.” (an-Nisa`/4:142).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( أَثْقَلُ اَلصَّلَاةِ عَلَى اَلْمُنَافِقِينَ: صَلَاةُ اَلْعِشَاءِ, وَصَلَاةُ اَلْفَجْرِ, وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Shalat yang (dirasakan) paling berat oleh orang-orang munafik adalah shalat Isya` dan shalat Fajr(subuh). Seandainya mereka mengetahui (pahala) apa yang ada pada keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya, meskipun dengan merangkak”. (HR. al-Bukhari).

 

Shalat jamaah adalah suatu aktifitas yang sangat dianjurkan dan akan membawa ketenangan, sedangkan shalat yang dilaksanakan dengan tergesa-gesa biasanya tidak tuma`ninah, tidak tenang bagaikan seekor burung yang tergesa-gesa mematuk makanannya. Shalat jamaah akan melahirkan suatu kecintaan dan kelembutan serta merupakan kegiatan yang menerangi masjid dengan dzikir kepada Allah Azza wa Jalla . Dengan shalat, syiar-syiar Islam akan nampak. Dalam shalat jamaah ada suatu pembelajaran bagi orang-orang jahil, peringatan bagi orang yang lalai dan kemaslahatan yang sangat banyak.

 

Marilah kita bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla dengan melaksanakan shalat, sebisa mungkin dengan berjamaah. Marilah kita merasa malu kepada Allah Azza wa Jalla ketika meninggalkan perintah-Nya, serta waspada terhadap siksa-Nya. Marilah kita bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla dan menjaga shalat lima waktu kita serta mengerjakannya dengan penuh ketaatan.

 

Mudah-mudahan Allah Azza wa Jalla memberikan pertolongan kepada kita agar bisa selalu mengingat-Nya, bersyukur kepada-Nya, beribadah kepada-Nya dengan baik. Dan mudah-mudahan Allah Azza wa Jalla mengumpulkan kita di dunia ini dalam ketaatan dan di akhirat nanti di kampung kemuliaan (surga) serta memberikan kita hidayah ke jalan yang lurus.

 

(Disadur dari kitab Adh-Dhiyaul Lami` Minal Khuththabil Jawami` karya Syaikh Muhammad Bin Shalih al-Utsaimin 2/198-202).

PIC

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *